|
Kabid SMA/SMK saat menghadiri Sosialisasi |
Bertempat di aula sekolah, pada Hari Sabtu 24 Agustus 2013 SMAN 5 Jayapura Angkasa mengadakan sosialisasi PAK dengan mengundang 100 peserta dari internal sekolah, lima sekolah mitra, unsur komite dan Dinas Pendidikan Kota Jayapura. Pada acara tersebut menghadirkan dua fasilitator, yaitu dari lembaga penggiat antikorupsi dan dari Dinas Pendidikan. Dari penggiat anti korupsi, hadir Hutriyewi dari ICS (Institute for Cicil Sterngthening (ICS) Papua sedangkan dari Dinas Pendidikan diwakili Drs. Cliford Korwa, Kepala Bidang
SMA/SMK.
Acara yang difasilitasi oleh Bantuan Sosial PAK dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut berjalan sangat baik, meskipun bersamaan dengan acara Pelepasan Siswa Kota Jayapura (termasuk siswa SMAN 5 Jayapura) untuk belajar di Nexus Senior High School, Malaysia. Berhubung bertepatan dengan beberapa acara di Kantor Walikota Jayapura maka perwakilan dari unsur Dinas yang direncanakan Bagian Keuangan dan Subdinas terpaksa hanya diwakili satu orang dari tiga yang diundang. Sementara dari Komite sekolah juga hanya hadir satu dari tiga yang diundang. Semua mendapat undangan Walikota, termasuk kepala sekolah dan perwakilan siswa dalam rangka ibadah syukur dan pelepasan pioner siswa sebagai calon pemimpin masa depan Papua. Sementara peserta dari sekolah mitra hadir tiga sekolah dari lima sekolah yang diundang. Untuk mengisi kekurangan diisi oleh siswa SMAN 5 Jayapura. Jadi sosialisasi dihadiri 75 dari 100 yang direncanakan.
|
Hutriyewi memaparkan materi tentang Korupsi |
Hutriyewi dari ICS membawakan materi tentang pengertian korupsi, bahaya korupsi, serta upaya pencegahannya. Metode yang dipakai presentasi dan tanya jawab. Sangat menarik, bahwa peserta, terutama siswa begitu semangat memanfaatkan sesi tanya jawab. Mereka sangat kritis dan menunjukkan sikap "benci" terhadap para koruptor. Bahkan mereka berani mengkritisi para aktivis antikorupsi yang setelah mendapat kesempatan menjadi pejabat justru tersandung kasus yang dulu diperanginya semasa menjadi aktivis. Mereka juga menanyakan kenapa berbagai media menginformasikan banyak kasus korupsi di sekolah negeri daripada sekolah yayasan. Dalam menjawab ini Hutriyewi memberi kesempatan kepada para siswa menjawab pertanyaan temannya, dan luar biasa mereka berebut menjawab dengan jawaban yang polos dan tetapi meyakinkan.
|
Para peserta sangat serius mengikuti sosialisasi |
Pada sesi kedua, tampil pemaparan dari Dinas seputar penanaman sembilan nilai karakter antikorupsi di sekolah dan lembaga pemerintahan lainnya.
Pendidikan merupakan sarana paling tepat untuk
mencegah perilaku korupsi, sekaligus “menyemai” mentalitas antikorupsi dengan
menanamkan kesembilan nilai karakter, yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras,
sederhana, mandiri, adil, berani dan peduli. Pemaparan juga diarahkan kepada berbagai contoh riil dalam kehidupan di sekolah sebagai kepala sekolah, guru, staf bahkan siswa tentang perbuatan yang mengandung korupsi. Penggunaan waktu belajar yang kurang, penggunaan fasilitas yang boros, tidak jujur saat ulangan, pemberian gratifikasi dari walimurid saat penerimaan siswa baru, dan berbagai contoh lainnya. Intinya upaya pembudayaan nilai karakter antikorupsi harus dimulai dari diri sendiri, dari hal kecil dan mulai saat ini.
|
Diskusi membuat Slogan dan ikrar antikorupsi |
Oleh karena itu pada akhir pemaparannya, fasilitator memberi tugas kepada peserta untuk: (1) Bagi guru membuat POS (Prosedur Operasional Standar) sebagai rencana aksi penanaman nilai karakter antikorupsi, dan (2) siswa membuat slogan dan ikrar antikorupsi. Dari hasil kegiatan tersebut terkumpul tiga POS dari tiga sekolah, 40 buah slogan, dan 32 ikrar. Diantara slogan berbunyi: "Be brave to yourself to avoid the corruption for the brand new generation" (Cyntia Putri, SMAN 5), "Jujur Yes Korupsi NO! (Christina Kmur, SMA Mandala), dan salah satu ikrar yang terkumpul adalah: "Sebagai seorang generasi muda saya berjanji akan membantu menghapuskan derita dan keterpurukan Bangsa Indonesia karena KORUPSI mulai dari diri sendiri, kelompok yang ada di dekat saya, hingga nasional. Dan jika saya bekerja keras bisa mencapai mancanegara untuk menghapus korupsi yang hina di bumi yang kita cintai Indonesia" (Shania Hindom, SMAN 5). Hasil kerja peserta didokumentasikan serta secara bertahap akan dipampang di Majalah Dinding yang sudah direncanakan.
|
Salah satu peserta mengucapkan ikrar |
Kepala Dinas yang diwakili Kabid SMA/SMK saat penutupan, sekitar jam lima sore menegaskan pentingnya menindaklanjuti kegiatan ini, juga terhadap sekolah-sekolah mitra yang hadir. Sebab, menurutnya, penanaman nilai-nilai antikorupsi harus dilakukan secara terencana dan terpadu dan memerlukan unsur keteladanan. Guru adalah sosok teladan "digugu dan ditiru". Ketepatan waktu mengajar, penegakan kejujuran dan kedisiplinan, transparansi penilaian merupakan salah satu contoh kecil yang harus dibiasakan. Sebab penanaman nilai karakter bukan melalui pembelajaran teori atau pengetahuan semata, tetapi harus diikuti pembiasaan. Jika hal baik yang dibiasakan dirasakan enak berarti akan tumbuh cinta terhadap nilai sehingga nilai akan terpatri menjadi karakter anak. Untuk lebih memperluas jangkauan gerakan anti korupsi, maka pada acara tersebut juga diberitakan melalui televisi lokal dan surat kabar. Sehingga sekolah yang belum berkesempatan memperoleh sosialisasi setidaknya mengetahui bahwa sudah ada sekolah di Papua yang memulainya. (Nurhadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar